Jadi Jutawan Muda Berkat Bisnis Batik




Di mana ada kemauan, pasti di situ ada jalan. Peribahasa ini tepat disematkan kepada Harry Akbar (21 tahun), perajin batik asal Jambi. Di usianya yang masih sangat muda, Harry sudah memiliki tekad yang kuat untuk sukses menekuni bisnis batik. Tak sia-sia, ia kini sukses meraup omzet dari bisnis di atas Rp 100 juta per bulan.

Di bawah bendera usaha Galery Batik Jambi Desmiati, produk batik Harry diminati di dalam dan luar negeri. Usaha batik ini dirintisnya sejak lulus SMA pada tahun 2009 di Thehok, Kota Jambi. Hebatnya, saat ini ia masih berstatus mahasiswa di Universitas Jambi. Ide bisnis ini didapat saat ia memberikan hadiah kain batik untuk guru-gurunya sewaktu lulus SMA. Selain kain, ia juga menghadiahi guru-gurunya beberapa lembar baju batik buat kenang-kenangan.

Setelah membeli pakaian batik itu, Harry mulai berpikir kenapa tidak memproduksi batik sendiri. Apalagi, selama ini motif batik Jambi tidak banyak variasinya. Mereka yang memproduksi batik juga kebanyakan orang-orang tua.

"Di situlah saya memutuskan memulai usaha batik," kata Harry. Tidak mudah bagi Harry merintis usaha ini. Terlebih, modal yang dimiliknya juga sangat minim.

Guna mendapat modal, ia pun membujuk orang tuanya untuk menggadaikan sertifikat rumah ke Bank Mandiri. Gayung bersambut. Orang tuanya bersedia menggadaikan sertifikat rumah. "Saya pun mendapat pinjaman Rp 20 juta," ujarnya.

Namun, Harry hanya menggunakan Rp 15 juta sebagai modal awal. Sisanya ia berikan ke orang tuanya untuk keperluan lain. Pada awal menjalankan usaha, Harry mulai merasakan menjadi seorang pengusaha dengan omzet yang tidak stabil. "Selama enam bulan pertama, total omzet saya hanya Rp 85 juta," kenangnya. Memasuki tahun 2010, Harry mulai mendesain sendiri motif-motif batik yang diproduksinya.

Untuk motif batik ini, ia fokus juga mengusung tema flora dan fauna khas Jambi. Di antaranya, motif angso duo, motif belah duren, motif batanghari, dan candi muaro Jambi. "Semua gambar itu bisa ditemukan di Jambi," ucapnya.

Selain motif, Harry juga memperkaya warna dengan pilihan-pilihan yang disukainya. Hal itu dilakukannya setelah mempelajari selera pasar dalam waktu agak lama. Setelah yakin kualitas batiknya diterima pasar, Harry mulai merekrut karyawan guna menggenjot produksi batiknya. Kini, dalam sebulan, ia mampu memproduksi lebih dari 400 potong kain batik.

Harry memproduksi batik cap dan batik tulis dengan rentang harga mulai Rp 75 ribu sampai Rp 10 juta per piece. Produk batiknya sudah merambah sejumlah kota di Indonesia, seperti Jambi, Jakarta, Medan, dan Banjarmasin. Bahkan, Harry juga sudah mengekspor produk batiknya ke beberapa negara, seperti Paris, Banglades, Dubai, Arab Saudi, Malaysia dan Singapura.

Berkat kegigihannya ini, Harry sempat masuk nominasi finalis Wirausaha Kreatif Mandiri Kategori Mahasiswa dan Program Diploma & Sarjana pada pameran dan penghargaan wirausaha muda mandiri pekan lalu.

Berdayakan Warga 
Kendati omzetnya ratusan juta, sejak awal merintis usaha, Harry tidak hanya memikirkan keuntungan semata.  Harry ingin, bisnis yang dikelolanya juga memberikan dampak sosial bagi lingkungannya. Itu sebabnya, sebagian besar karyawannya merupakan orang kampung di sekitar lokasi usahanya.

Ia memfasilitasi masyarakat sekitar untuk bekerja di rumah produksi miliknya itu. "Sejak awal, saya memang ingin mengangkat dan memberdayakan masyarakat di sekitar tempat usaha saya," katanya. Untuk mewujudkan ambisinya itu, Harry pun gencar memberikan pelatihan membuat batik. Pelatihan itu mulai pembuatan motif, warna, dan penjemuran kain.

Saat ini, total warga yang pernah dilatih dan bekerja dengannya ada 75 orang. Kebanyakan dari mereka merupakan orang yang sudah lanjut usia (lansia), ibu-ibu rumah tangga, dan para pengangguran.

Harry mengaku, keinginan memberdayakan warga sekitar sudah muncul sejak masih duduk di sekolah menengah atas (SMA). Keinginan itu tumbuh lantaran melihat banyak orang kampungnya menghabiskan waktu secara tidak produktif.

Sebagian besar di antara mereka adalah ibu-ibu rumah tangga dan pensiunan pegawai. Padahal, menurut Harry, mereka bisa mengerjakan sesuatu jika diberikan kesempatan.

Selain memberikan pelatihan, Harry juga menyediakan semua bahan dasar pembuatan batik. Untuk memacu semangat kerja karyawannya, ia menjanjikan semacam bonus bagi karyawannya yang mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. "Itu untuk memacu semangat saja supaya mereka bekerja dengan giat," ujar Harry.

Selain memberdayakan warga sekitar, Harry juga aktif membagi pengetahuan dan pengalaman bisnisnya di pelbagai tempat. Kebetulan, ia sering diundang menghadiri acara, seperti seminar dan forum-forum pelatihan oleh pelbagai kalangan. 
Setiap ada kesempatan, Harry juga tidak segan-segan mengajak generasi muda di daerahnya untuk mengikuti jejaknya menerjuni dunia wirausaha.

Harry berharap, ke depan akan banyak anak muda yang tertarik berwirausaha. Menurutnya, ada banyak manfaat dengan menjadi wirausahawan. "Kita bisa membuka lapangan pekerjaan," ujarnya.

Selain itu, menjadi wirausaha juga bisa membantu menggerakkan roda perekonomian daerah, dan menambah pundi-pundi penghasilan pemerintah daerah. Produk yang dihasilkan juga bisa memperkenalkan daerahnya kepada banyak orang.

Sukses Lewati Masa Sulit
Menurut Harry, kesuksesan itu tidak datang dengan mudah. Beberapa kali ia menemui kendala dalam menjalankan usaha ini. Di masa awal-awal merintis usaha sekitar tahun 2009, usahanya memang berjalan lancar. Bahkan pada tahun 2010, omzet usahanya sudah mencapai di atas Rp 100 juta per enam bulan.

Namun, di awal tahun 2011, pendapatan usahanya merosot dan membuatnya harus berpikir keras untuk membangun kembali usahanya. "Waktu itu, ada kelangkaan bahan baku, sehingga saya kewalahan memenuhi pesanan," kenang Harry.

Akibat kelangkaan bahan baku itu, omzet Harry turun hingga di bawah Rp 85 juta dalam waktu enam bulan. Ia pun tak sanggup membayar gaji para karyawannya. Saat itu, Harry mulai khawatir akan masa depan bisnisnya. Terlebih, pemasaran batiknya saat itu masih terbatas di wilayah Jambi. Tetapi, hal itu tidak membuatnya putus asa.

Belajar dari pengalaman, Harry mencoba bangkit dan fokus membesarkan lagi usahanya yang nyaris terpuruk. "Momen itu saya manfaatkan untuk merefleksikan ulang soal kekurangan dan kelemahan dalam menjalankan bisnis," katanya.

Untuk membangun kembali usahanya ini, Harry kemudian meminjam lagi modal dari Bank Mandiri. Pinjaman modal itu dipakainya buat mengatasi kendala bahan baku.

Dari segi produk, Harry juga mulai melakukan diversifikasi dengan memproduksi batik tulis. Ia juga memilih terjun langsung ke lapangan untuk mempromosikan produk batiknya di pasar.
Pada akhir 2011, Harry mulai membuka jalur pemasaran hingga ke Jakarta.

"Di Jakarta, saya mempromosikan produk saya secara door to door," akunya. Lewat jerih payahnya itu, Harry pun berhasil membina hubungan baik dengan sejumlah pemasok dan distributor batik di Jakarta.

Dengan memiliki jaringan bisnis di Jakarta, ia tak lagi kesulitan memasarkan produk batiknya ke kota-kota lain. Soalnya, agen di Jakarta sudah memiliki jaringan di sejumlah kota. Para agen itu juga yang membantu mempromosikan batik buatannya.

Selain di sejumlah kota di Indonesia, popularitas batiknya kini bahkan sudah sampai di mancanegara, seperti Paris, Banglades, Dubai, Arab Saudi, Malaysia dan Singapura.
Berkat jaringan pasar yang luas, omzet Harry pun sudah mencapai di atas Rp 100 juta per bulan. Kendati omzetnya sudah ratusan juta, ia tidak lantas cepat puas. Ia masih ingin membesarkan lagi usahanya. "Saya ingin membuka gerai sendiri di Jakarta," pungkasnya. ktn        


Responses

0 Respones to "Jadi Jutawan Muda Berkat Bisnis Batik "

Posting Komentar

 

Categories

Recent Comments

Popular Posts

Return to top of page Copyright © 2010 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by HackTutors